Oleh Said Muniruddin
HAMPIR 2000 tahun lamanya “kepemimpinan dari langit” dipegang Bani Israil. Sejak Yaqub sampai Isa as, pemegang otoritas wahyu hampir semuanya dari klan mereka, termasuk Yahudi. Hal ini berubah total 500 tahun setelah Isa as, divine leadership berpindah ke Bani Quraisy. Yahudi terlalu meyakini dirinya sebagai the chosen people. Dengan diangkatnya Nabi terakhir dari ras lain, mereka merasa dikhianati Tuhan. Bagaimana mungkin tongkat risalah beralih ke sebuah suku dari daerah Arab yang tak terkenal. Mereka tidak terima, lalu melawan Tuhan.
Berbagai cara dilakukan untuk menyembunyikan data-data dalam kitab suci tentang kemunculan “Ahmad”. Bahkan mereka berencana membunuh “Nabi akhir zaman” itu di mana pun dia ditemukan. Maka tak heran suatu ketika Pendeta Buhaira menyarankan Abu Thalib untuk menjaga anak kecil yang dia lihat dalam sebuah tenda kafilah dagang ke Syam. Anak ini ia identifikasi sebagai sosok Nabi yang tersebut dalam berbagai kitab suci Kristen dan Yahudi. Bukan perkara baru bagi Yahudi untuk membunuh para Nabi. Jangankan Nabi dari suku lain, dari suku sendiri juga tak segan-segan untuk disalib.
Kehendak Tuhan sudah jelas, pemimpin tidak lagi dari Bani Israil. Pemimpin harus dari Quraisy. Ini dipertegas oleh Nabi saw, al-‘Aimmah min Quraisy. Pertanyaannya adalah why Quraisy?. Apa alasan Tuhan sehingga lebih memilih Quraisy atas suku-suku lain? Apakah hanya kebetulan saja kalau leader terakhir umat manusia berasal dari Quraisy? Dalam kosmologi Islam, tidak ada yang namanya ‘kebetulan’. Semua by design, ada alasan. Ternyata, surah Quraisy ayat 1-4 adalah jawaban terhadap semua pertanyaan. Surah yang singkat ini merupakan intisari dari keseluruhan konsepsi tentang leadership yang kita kenal hari ini.
Ayat pertama: Li ii laa fi Quraisyin (Karena kebiasaan orang-orang Quraisy). Siapa itu Quraisy? Quraisy adalah nama leluhur ke-12 di atas Nabi Muhammad saw. Silsilahnya sebagai berikut: (1) Muhammad, bin (2) Abdullah, bin (3) Abdul Muthalib, bin (4) Hasyim, bin (5) Abdu Manaf, bin (6) Qusyai, bin (7) Kilab, bin (8) Murrah, bin (9) Ka’ab, bin (10) Lu’ay, bin (11) Ghalib, bin (12) Quraisy atau Fihr. Dari sini nasab Rasul saw bersambung ke Ibrahim as, seterusnya sampai ke Adam as. Quraisy itu laqab atau nama lain dari Fihr. Quraisy mengandung makna “berhimpun kembali”, “memenuhi kebutuhan dengan berusaha”, dan “memeriksa”. Semua terkait dengan sifat-sifat Fihr dalam memimpin kaumnya. Anak cucu Fihr atau Quraisy inilah yang disebut orang-orang Quraisy atau Bani Quraisy.
Faktor kebiasaan
Kembali pada ayat. Ketika muncul pertanyaan mengapa dari Quraisy? Spontan Tuhan menjawab: “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy.” Kata kuncinya “kebiasaan”. Perhatikan, Tuhan menegaskan bahwa Dia tidak bersikap rasis dalam memilih seseorang. Tuhan memilih untuk memuliakan suatu kaum karena faktor “kebiasaan” yang ada pada kaum tersebut. Kebiasaan-kebiasaan positif yang terdapat pada sebuah suku bangsa, dapat membuat bangsa tersebut lebih bertakwa sehingga lebih mulia di mata Tuhan (QS. Al-Hujurat: 13). Pada Bani Quraisy ditemukan kebiasaan-kebiasaan yang membuat mereka layak diangkat Tuhan sebagai bangsa teulebéh ateuh rhueng dönya. Apa saja kebiasaan mereka?
Dijelaskan pada ayat kedua: ii-laa fihim rihlatasy syitaa-i wash-shaifi (Yaitu kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas). Quraisy adalah suku yang dinamis. Mereka bergerak jauh sampai ke Yaman pada musim dingin, ke Syam pada musim panas. Sampai abad modern ini kita bisa melihat, bangsa maju punya karakter untuk melakukan koneksi dan penetrasi bisnis melampaui batas-batas wilayah mereka. Sebut saja Cina, Amerika, dan Jerman yang menjadi leader karena inovasi dan mobilitas usaha. Mereka berani mewarnai pasar luar negeri, serta berusaha memenuhi kebutuhan warga dunia. Semua karakter ini dikenal dengan “jiwa wirausaha”.
Entrepreneurship adalah sebuah karakter dinamis, progresif, optimis, visioner, penuh perhitungan, selalu melihat peluang, ingin menambah value terhadap pekerjaaan, serta punya determinasi untuk terus maju. Entrepreneurship adalah kumpulan sikap-sikap leadership. Entrepreneurship inilah karakternya Quraisy. Islam sebagai produk terbaik dari langit tidak akan laku di pasar dunia, jika tidak “dijual” oleh sales person (da’i) yang punya sikap entrepreneurial. Kemampuan menjual menjadi kata kunci bagi kemajuan. Bani Quraisy punya kompetensi ini. Maka dari bangsa saudagar inilah pemimpin dunia dilahirkan.
Terbukti Muhammad saw dikenal tidak hanya ahli dalam menjual barang, tapi juga jago dalam “mempromosikan” pesan-pesan Tuhan. Leadership sebuah bangsa atau agama sangat ditentukan oleh kemampuan “menjual”. Apakah karena “jiwa dagang” ini yang membuat bangsa Quraisy berhak mewarisi world leader? Ternyata bukan itu saja. Mereka punya satu karakteristik lain yang menarik perhatian Tuhan, yaitu “spiritualitas”. Dijelaskan pada ayat selanjutnya.
Ayat ketiga: Falya’buduu rabba haadzal baiti (Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik Rumah ini). Tidak hanya sibuk berniaga, Bani Quraisy juga fokus pada aktivitas spiritual. Mereka bangsa penyembah Tuhan Pemilik Kakbah. Secara turun-temurun sejak dari moyang mereka Ibrahim as, suku Quraisy menjadi jurukuncen Kakbah. Mereka meneruskan tradisi sebagai pemelihara Masjidil Haram.
Kamis, 29 Maret 2018
QURAISY Adalah suku Arab
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar