Kamis, 08 Februari 2018

AlQuran Menerapi Penyakit Jiwa

KESEHATAN JIWA DARI SUDUT PANDANG ISLAM
Oleh. Kholid, SST. MKes
Pendahuluan
Didalam kehidupan manusia, ia senantiasa menghadapi berbagai macam gangguan penyakit, mulai dari penyakit akibat dari keturunan atau herediter,ataupun karena gangguan congenital yaitu karena dibawa dari sejak lahir, maupun penyakit yang diakibatkan oleh pengaruh lingkungan seperti penyakit-penyakit infeksi ataupun akibat dari gaya hidup yang tidak sehat seperti berbagai penyakit akibat gangguan metabolisme atau peyakit karena kelalaian manusia seperti akibat dari kecelakaan transportasi atau bahkan ada penyakit yang timbul karena pilihan manusia itu sendiri seperti akibat penyalahgunaan zat adiktif. Ada pula penyakit yang timbul akibat dari proses degenerasi yaitu proses kemunduran fisik secara alamiah karena bertambahnya usia, salah satu dari sekian banyak penyakit itu adalah gangguan jiwa.
Menurut hadits riwayat Bukhari Muslim bahwa penyakit-penyakit itu adalah juga ciptaan Allah SWT., sebagaimana Allah pula yang menjadikan obatnya kecuali satu macam penyakit yaitu penyakit tua. , sehingga diserukan kepada manusia yang menderita suatu penyakit agar berobat, ditegaskan pula oleh Allah dalam firmanNya dalam AlQuran Asy syu’aroo :80 yang mengatakan bahwa” Bila aku sakit,maka Dialah (Allah-lah) yang menyembuhkan aku”.
Menurut Ilmu Kedokteran moderen bahwa pencegahan terhadap timbulnya penyakit lebih utama dari pada pengobatan.Hal ini pun tidak ditolak dalam Islam dengan berbagai perintah Allah misalnya menjaga kebersihan dan kesucian, mengatur makanan dan minuman yang halal dan baik begitu pula anjuran Rasul mengenai cara makan yaitu makan sewaktu lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.
Upaya pencegahan yang dilakukan dalam kedokteran, sesungguhnya juga belum optimal karena masih ada penyakit yang belum diketahui penyebabnya secara pasti seperti misalnya berbagai penyakit kanker, atau karena ada banyak factor-faktor yang berpengaruh sebagai penyebabnya atau patologinya, dalam hal ini termasuk diantaranya gangguan jiwa.
Meskipun demikian terhadap masalah gangguan jiwa, ada suatu upaya untuk mencapai suatu kondisi kesehatan jiwa yaitu suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan optimal bagi idividu secara fisik, intelektual dan emosional, sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan kepentingan orang lain. Dengan upaya ini, yang sering disebut sebagai upaya kesehatan jiwa masyarakat diharapkan masyarakat dapat meningkatkan derajat kesehatan jiwa baik secara individu maupun secara keselurahan.
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk memberikan motivasi dan dorongan kepada para peminat kesehatan jiwa atau masyarakat untuk lebih memahami dan mendalami masalah agama dalam memberikan perawatan dan pengobatan pada individu yang mengalami gangguan jiwa secara konprehensif.
Sesuai dengan judul tulisan ini, maka penulis akan mencoba mengemukakan pandangan tentang gangguan jiwa menurut Islam khususnya yang terdapat dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah ataupun mungkin dari tulisan-tulisan para pakar yang berkaitan dengan gangguan jiwa.
Pengertian Gangguan jiwa
Diberbagai ayat dalam Al Qur’an disebut istilah-istilah yang dapat dikatagorikan sebagai gangguan jiwa seperti Qalbu yang sakit ( maradhun ), majnuun , maftuun dan jinnatuun yang ketiga-tiganya diterjemahkan sebagai “gila”, nafs yang kotor disamping nafs yang suci dan yang tenan.
Istilah tahzan yang berarti bersedih hati juga disebut beberapa kali dalam berbagai ayat Disamping itu ada istilah yang merupakan sebagai sifat manusia yag dapat menjadi sumber kegelisahan atau kecemasan seperti manusia bersifat tergesa-gesa, berkeluh-kesah, melampaui batas, ingkar tak mau bersyukur atau berterima kasih, serta banyak lagi istilah -istilah sebagai akhlak yang buruk.
Didalam Al Qur’an disebut adanya Qalbu ( hati ), nafs, dan aql ( akal ) yang dapat dianggap sebagai potensi kejiwaan, yang ketiganya berkembang sejak masa bayi sampai mencapai maturitas, dan ketiganya saling beritegrasi dengan baik dan membentuk jiwa yang sehat. Sebaliknya bila salah satu dari padanya terganggu perkembangannya terutama bila terjadi pada qalbu (hati), maka dapat terjadi gangguan jiwa.
Gangguan Jiwa dari masa ke masa
Gangguan jiwa sudah ada sejak manusia berada dimuka bumi ini, demikian kata Lealon E. Martin. Hal ini disebabkan karena semenjak itu manusia senantiasa merasa khawatir terhadap lawan-lawannya yang sudah lebih dulu ada dan mengganggu kehidupannya. Penulis sendiri dapat menerima pernyataan itu dengan alasan yang berlandaskan pada Al Qur’an mengenai cerita Qabil putra pertama Nabi Adam AS. yang membunuh adiknya Habil karena cemburu ( AlQuran Surah AlMaidah
: 27-30 ). Dalam cerita itu dikatakan bahwa Qabil lahir kembar dengan adiknya seorang perempuan bernama Iqrima. Kemudian anak pada kelahiran yang kedua pun kembar laki-laki dan perempuan masing-masing bernama Habil dan Labuda. Menjelang dewasa, Nabi Adam mendapat petunjuk agar mengawinkan putra-putrinya itu secara bersilang yaitu Qabil akan dikawinkan dengan Labuda, sedangkan Habil akan dikawinkan dengan Iqrima. Namun Qabil tidak setuju karena Iqrima lebih cantik daripada Labuda. Untuk mengatasi masalah itu maka Nabi Adam mendapat lagi petunjuk, bahwa Qabil dan Habil harus memberikan persembahan masing-masing. Dan siapa yang diterima persembahannya maka dialah yang berhak memilih pasangannya. Habilpun mempersembahkan seekor kambing yang sebenarnya sangat disayanginya karena bagus dan gemuk, sedangkan Qabil mempersembahkan sekarung gandumnya yang paling jelek dan busuk. Maka jelaslah yang diterima adalah persembahan Habil. Qabil pun marah dan tiba-tiba menyerang dan membunuh Habil. Baru kemudian Qabil menyesali perbuatannya setelah selesai menguburkan adiknya. Sebagian pendapat menyatakan bahwa Qabil ini menderita suatu gangguan jiwa.
1. Gangguan jiwa pada masa prasejarah
Manusia pada zaman dahulukala sudah memperhatikan gangguan jiwa sebagaimana perhatian mereka terhadap penyakit-penyakit fisik pada umumnya pada zaman itu .Hal itu terkesan dari penemuan adanya tulang tengkorak di Mesir dan Wilayah Mesopotamia yang diperkirakan berumur tiga sampai dua ribu tahun sebelum Masehi, dan kemudian juga ditemukan di Peru kira-kira seribu tahun SM. hal yang sama yaitu tengkorak manusia yang berlubang-lubang dibeberapa tempat dengan diameter kira-kira 2 centimeter. Hal itu diperkirakan dilakukan sebagai pengobatan terhadap penderita gangguan jiwa, penyakit ayan atau perilaku kekerasan. Itu dilakukan sesuai dengan keyakinan pada waktu itu bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh adanya roh jahat (demons) yang masuk kedalam tubuh seseorang dan roh itu dikeluarkan melalui lubang yang dibuat dengan trepanasi pada tengkorak
2. Gangguan jiwa pada masa Awal Peradaban Manusia ( Early Civilization)
Berbicara tentang peradaban manusia berarti berbicara tentang ilmu dan tehnologi, termasuk ilmu Kedokteran pada umumnya dan psikiatri pada khususnya. Perkembangan ilmu Kedokteran dapat dikatakan diawali dengan kehadirannya Hippocrates (460 -357 SM), dari Yunani yang sekarang dianggap sebagai bapak ilmu Kedokteran, yang menyatakan bahwa penyakit pada umumnya disebabkan oleh ketidak seimbangan empat macam cairan tubuh manusia yaitu darah, phlegm, empedu kuning dan empedu hitam. Ganggua jiwa yang dikenal pada masa itu adalah melancholia dan mania serta ayan yang disebabkan oleh perubahan keseimbangan dari cairan tubuh manusia tersebut. Ini mempengaruhi cara pengobatan terhadap penderita gangguan jiwa antara lain dengan pengeluaran darah atau pemberian air murni dan lain-lain. Pandangan ini dianut terus oleh teman-teman dan murid Hippocrates seperti Plato,Aristoteles , sampai pada zaman dominasi dari Romawi, yaitu kira-kira 100-500 tahun sesudah Masehi.
3. Masa Kegelapan ( Dark Ages) dan Masa Renaissance
Beberapa ratus tahun setelah Masehi Dunia Barat mengalami masa kegelapan (Dark Ages), berbagai cara terapi untuk semua penyakit, khususnya gangguan jiwa yang tadinya metode terapinya dianggap baik dan manusiawi, kembali lagi pada masa sebelumnya seperti dipukuli, dimasukkan kedalam tong dan digulingkan, dibiarkan kelaparan bahkan dibiarkan sampai mati. Namun sebaliknya pada masa itu di Dunia Timur khususnya Timur Tengah justru mengalami kemajuan dalam berbagai cabang
Ilmu pengetahuan seperti dalam ilmu Kimia, Ilmu falak, Aljabar atau matematika dan Kedokteran. Terkenal misalnya nama Ibnu Sina atau Avicenna (980 – 1037 M), yang mengatakan bahwa beberapa penyakit fisik dapat disebabkan oleh gangguan emosi. Selain itu pada masa itu mulai didirikan Rumah Sakit untuk merawat orang sakit termasuk bagi penderita gangguan jiwa. Masa kegelapan akhirnya dilewati dan kemudian memasuki masa renaissance. Pada masa Renaissance itu Dunia Barat mulai bangkit lagi dan banyak mengadopsi cara-cara mengobati orang sakit dari Timur Tengah.
4. Abad Pertengahan
Pada masa ini Ilmu Kedokteran mengalami kemajuan pesat khususnya Psikiatri, yang resmi menjadi suatu bidang spesialisasi bersama Neurologi. Namun sampai pada masa itu masih ada kesulitan dalam menentukan penyebab dari gangguan jiwa, begitu juga cara pengobatan yang efektif, begitu pula cara prevensi maka gangguan jiwa disebut juga sebagai “penyakit dengan seribu gangguan”.
5. Abad Modern
Pada masa ini ilmu Kedokteran ditandai dengan berkembangnya pengetahuan patologi klinik dalam mempelajari satu jenis penyakit, yang menghubungkan antara symptom dengan patologi anatomi. Untuk gangguan jiwa dikenal seorang dokter Jerman Wilhelm Griesinger (1817-1868), yang menyatakan bahwa gangguan jiwa adalah penyakit otak. Selanjutnya Emil Kraepelin ( 1855-1926 ) menulis mengenai gangguan jiwa yang terdiri dari Dementia praecox disamping Psikosis Manik Depresif, yang disebabkan oleh gangguan pada otak.
Kemudian datang Sigmund Freud ( 1856-1939 ) yang semula berorientasi pada fisiologi kemudian beralih kepada psikilogi dan mengajukan teori yang disebutnya sebagai “ free association” untuk memahami sebab terjadinya gangguan jiwa karena pengalaman dari awal kehidupan seseorang, dimana dalam perkembangannya terjadi repressi seksual yang mempengaruhi perkembangan psikologi secara keseluruhan. Teori Freud yang dikenal sebagai “ teori psikoanalisa” sangat berpegaruh terhadap perkembangan psikiatri, karena banyak sekali dokter ahli Jiwa di Eropa dan Amerika seperti Alfred Adler, Carl Gustav Yung,
Adolf Meyer dan lain-lain yang menjadi pengikut Freud. Meskipun demikian ada juga diantara pengikut-pengikut ini yang kemudian menyangkal teori Freud dan membangun teorinya sendiri. Adolf Meyer dari Amerika misalnya yang menyatakan bahwa orang yang menderita gangguan jiwa tidak hanya disebabkan karena patologi internal tapi juga karena maladaptive terhadap lingkungannya. Teori Meyer ini menjadi awal pemikiran terhadap adanya “psikitri kommuniti”, yang kemudian mengarah kepada “Mental Health”. Demikian juga salah seorang murid Freud yaitu Karen Horney menentang teori Freud mengenai castration complex pada wanita yang menimbulkan neurosis, melainkan neurosis itu terjadi karena dipengaruhi oleh masyarakat dan lingkungannya. Salah seorang pengikut Freud lainnya yaitu Eugen Bleuler yang khusus mempelajari Dementia Praecox, yang ternyata menurutnya istilah itu tidak tepat karena pada pasien-pasien tersebut tidak terdapat demensia. Bleuler kemudian pada tahun 1911 memperkenalkan istilah “Schizophrenia ” yang berarti jiwa yang retak atau pecah untuk menggantikan istilah Dementia Praecox.
Teori Freud dengan teman-temannya menjadi landasan berbagai teori-teori perkembangan keperibadian manusia yang kemudian mengilhami juga kemajuan teori-teori ilmu Behavioral atau Ilmu Psikologi pada umumnya, antara lain misalnya Humanistic Psychology oleh Gordon Alport ( 1897-1967 ), Abraham Maslow ( 1908-1970) dengan teorinya mengenai hierarchi kebutuhan manusia, Adolf Meyer sendiri (1866-1950 ) dengan teori mengenai pengaruh stres psikososial. Kemudian berbagai teori tentang reaksi penyesuaian terhadap stress, teori tentang
mekanisme pertahanan ego dan lain-lain. Menurut Jean Piaget, salah satu hal yang dapat menentukan kemampuan menyesuaikan diri adalah kemampuan intelegensi yang berkembang seperti halnya perkembangan keperibadian.
Pada pertengahan Abad ke-20 an
sebagai awal terjadinya perkembangan dalam bidang farmakologi, yaitu diketemukannya khlorpromazin atau largactil ( 1953 ) yang ternyata sangat efektif sebagai antipsikosis khususnya skizofrenia ,sehingga banyak pasien-pasien yang tidak perlu dirawat di Rumah Sakit lebih lama karena dengan memakai obat tersebut pasien dapat dirawat secara ambulatoar.( berobat jalan ).
Hal ini menumbuhkan keyakinan akan peranan otak sebagai penyebab terjadinya gangguan jiwa,sehingga penelitian-penelitian terhadap otak baik dalam bidang neuroanatomi maupun neurokimia khsusnya neurotransmitter, lebih intensif. Begitupula penelitian-penelitian dalam bidang genetik atau pengaruh factor herediter pada gangguan jiwa semakin banyak dilakukan.
Saat ini perkembangan psikiatri sangat pesat, baik dalam hal psikopatologi maupun dalam hal terapi, bagitupula mengenai etiologi telah menjadi kesepakatan para ahli atas adanya factor organobiologik , psikologik dan social budaya . Pendekatan ini disebut juga sebagai pendekatan multifactor atau holistic yang semua factor-faktor itu perlu diteliti secara mendalam yang disebut ekliktik, sehingga pendekatan ini menjadi holistic-ekliktik (Kusumanto Setyonegoro 1954 ).
Perkembangan psikofarmakologi semakin meningkat sehingga berbagai macam obat-obat dalam bidang psikiatri semakin banyak terdapat dipasaran, yang memungkinkan para psikiater banyak mempunyai pilihan untuk memberi terapi kepada pasien-pasiennya. Namun dibalik itu akibat negative dan perkembangan itu telah meningkat pula terjadinya penyalahgunaan obat-obat psikofarmaka ini sejalan dengan meningkatnya pula kenakalan remaja . Diseluruh dunia tidak terkecuali Indonesia pada masa itu telah dilanda oleh masaalah narkotika dan zat-zat psikoaktif.
Psikiatri, Kesehatan Jiwa dan Agama
Dengan mengutip tulisan Prof. DR Dadang Hawari dalam bukunya Al Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa , mengenai pentingnya factor agama / psikoreligius di bidang psikiatri dan kesehatan jiwa, dapat dilihat dari pernyataan Prof Daniel X. Freedman, mantan Ketua Umum APA dan Guru Besar di UCLA yang antara lain mengatakan bahwa didunia ini ada dua lembaga besar yang berkepentingan dengan kesehatan manusia yaitu profesi kedokteran termasuk psikiatri dan lembaga keagamaan. Lembaga ini dapat bekerja sama secara konstruktif dan merapakan potensi guna peningkatan taraf kesejahteraan dan kesehatan jiwa baik secara perorangan maupun kelompok masyarakat. Lebih lanjut dalam buku tersebut disebutkan bahwa manfaat pendekatan keagamaan/psikoreligius dibidang pelayanan kesehatan jiwa oleh para pakar antara lain Dr. D.B.Larson dkk. Dalam berbagai penelitiannya menyimpulkan antara lain bahwa didalam memandu kesehatan manusia yang serba kompleks ini dengan segala keterkaitannya, hendaknya komitmen agama sebagai suatu kekuatan jangan diabaikan begitu saja.
Gangguan jiwa menurut Al Qur’an
Al Qur’an adalah Kalam Allah SWT.
yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan ) kepada Nabi Nuhammad saw. secara berangsur-angsur dalam kurun waktu 22 tahun 2 bulan dan 22 hari, selama 13 tahun turunnya di Mekkah dan selebihnya diturankan di Madinah. Al Qur’an yang berarti bacaan, juga disebut sebagai Al Kitab atau Kitabullah ( AlQuran SurahAl Baqoroh : 2 ) yang tidak ada keraguan kepadanya, disebut juga sebagai Alfurqon (Alquran Surah Alfurqaan : 1) yang berarti pembeda yaitu membedakan antara yang benar dan yang batil, juga disebut sebagai Ad Dzikr (Alquran Surah Alhijr :9), yang berarti peringatan, juga sebagai Al Huda (Alquran Surah Yunus : 57) yang berarti petunjuk, juga sebagai Al Hikmah (Alquran Surah Al Isro’ : 39 ) yang berarti kebijaksanaan, juga sebagai Asy Syifa (Alquran Surah Yunus : 57), yang berarti obat atau penawar.
Al Qur’an diturunkan pertama kali pada tanggal 6 Agustus 610 M , berupa 5 ayat pertama dari Surat AlAlaq, yang diawali dengan perintah “membaca”, yang kemudian diikuti dengan surat-surat lain sampai keseluruhannya berjumlah 114 surah, yang dikumpulkan menjadi 30 juz. Sebagaimana disebut dalam (Alquran Surah Ali Imron : 7 bahwa diantara ayat ayat Al Qur’an itu ada yang muhkamat yaitu ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya dapat dipahami dengan mudah, tetapi adapula yang ayat-ayat mutasyabihat yaitu mengandung beberapa pengertian sehingga diperlukan suatu penelitian untuk dapat memahami maksudnya, atau bahkan ada ayat-ayat yang hanya Allah sendirilah yang mengetahui pengertiannya. Secara umum isi kandungan Al Qur’an dapat diklasifikasikan menjadi 3 pokok pembahasan yaitu pokok bahasan mengenai aqidah, ibadah dan
syariat.
Metode pembahasannya berupa pembahasan sejarah dari para Rasul, Nabi serta umat-umat masa lampau, disamping ajakan kepada manusia untuk memahami hukum-hukum dalam hubungan dengan Tuhan, dan juga ajakan kepada manusia untuk mamahami hukum dalam hubungan antar manusia serta mahluk lainnya yang kemudian disebut sebagai akhlak.
Dengan kandungan yang demikian luas itu maka ternyata Al Qur’an menyebut juga mengenai penyakit-penyakit khususnya gangguan jiwa atau ketidak tenangan jiwa.
Misalnya qalbu ( hati) yang sakit ( maradhun ) disebut dalam Qs. 2 : 10; 5: 52; 8 : 49; 9 :125; 22: 53; 24 : 50; 33 : 12, 32,60; 47: 20 ,29, 74 :31. Qalbu yang sakit ini, dalam ayat-ayat tersebut dikaitkan dengan orang-orang yang mengingkari ayat-ayat atau hukum-hukum Allah, atau orang-orang yang zalim atau dengki atau takut mati dijalan Allah.
Dipihak lain Al Qur’an juga menyebutkan bahwa Qalbu itu dapat tenang bila orang-orang yang beriman yang selalu mengingat kepada Allah ( Qs. 13:28 ).
Selanjutnya didalam Al Qur’an ada istilah lain yaitu majnun yang diterjemahkan “gila” disebut dalam Qs. 15: 6; 26 : 27 ;37 : 36; 44: 14 ; 51: 39,52; 52 : 29 ; 68 : 2 , 51; 81 : 22; yang semuanya itu dituduhkan kepada para Rasul-Rasul Allah yang secara khusus disebut yaitu Nabi Nuh as., Nabi Musa as. dan Nabi Muhammad saw.
Dalam ayat lain disebutkan istilah Jinnatin yang juga diterjemahkan sebagai “gila” seperti pada Qs. 7: 184 ; 23 :25, 70; 34 :8,46. Istilah lain lagi yaitu majnun yang juga diterjemahkan “gila” pada ayat Qs 68 : 6.
Salah satu Surat yaitu Al Qalam ( 68 : 2,4 ) yang sengaja diturunkan untuk membantah tuduhan kaum kafir pada waktu itu bahwa Nabi Muhammad sama sekali bukanlah orang gila, melainkan seorang yang berbudi pekerti ( berakhlak ) yang agung. Dari ayat itu dapat disimpulkan bahwa orang yang berbudi pekerti agung atau berakhlak karimah pastilah bukan orang gila. Sehingga untuk menjadi orang yang tidak gila atau sehat jiwa , haruslah ia mengembangkan dirinya sebagai orang yang berakhlak mulia .
Selain itu masih ada istilah lain dalam Al Qur’an yang tidak secara spesifik menyatakan sebagai gangguan jiwa yaitu dalam surat 91 : 7-10 yang berbunyi:” Dan demi jiwa(nafs) dan penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan ) kefasikan dan ketaqwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. Jenis-jenis nafs, yaitu:
Pertama Alquran Surah 12 : 53 “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan ( nafsu ammarah bissu’ ), kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhan-ku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi MahaPenyayang.
Kedua Alquran Surah 75 : 1, jiwa yang menyesali dirinya sendiri (
nafsu lawwamah ), dan
Ketiga Alquran Surah 89 : 27-30, sebagai penghargaan Allah terhadap manusia yang sempurna imannya. yaitu nafsu muthmainnah atau jiwa yang tenang.
Tanda-tanda orang yang mengalami gangguan jiwa menurut Alquran
Didalam Al Qur’an juga disebut berbagai keadaan atau sifat manusia yang dapat dikatagorikan sebagai gangguan jiwa seperti :
1. Rasa sedih atau berduka cita, seperti pada Qs,28:13 , 20: 40 , 9 : 40 , 3 : 176 , 31: 23 , 36 : 76 ,
6 : 48, 7 : 35 , 2 :112.
2. Sifat berkeluh -kesah, seperti pada Qs.70: 20 ,
3. Sifat tergesa-gesa, seperti pada
Qs.17 ; 11 ,
4. Melampaui batas seperti pada Qs. 10 : 12 ,
5. Ingkar tak mau bersyukur, seperti pada Qs. 100 : 6
yang semuanya ini dapat menjadi sumber kegelisahan atau kecemasan . Juga disebut dalam AlQuran berbagai akhlak manusia yang tercela atau sebagai akhlak yang tidak sehat.
Potensi Kejiwaan Manusia menurut
Al Qur’an
Di dalam AlQuran ada beberapa istilah yang dapat dikatagorikan sebagai potensi kejiwaan manusia atau bahkan dalam penterjemahannya kedalam bahasa Indonesia disebutkan sebagai jiwa seperti istilah Nafs dalam ayat Qs. 91 : 7 , juga dalam ayat Qs, 89 : 27. Selain itu terdapat istilah Qalb yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai hati yang dalam hal ini dapat dianggap juga sebagai salah satu potensi kejiwaan karena qalb dapat tenang dan tenteram seperti disebut dalam ayat Qs. 13 : 28 disamping itu qalb pun dapat sakit atau mengandung penyakit seperti disebut dalam Qs. 2 : 10 . Istilah lain yang merupakan potensi kejiwaan adalah Aql ( Akal) yang dalam Al Qur’an dipergunakan kata kerja seperti ta’qiluun atau ya’qiluun (berpikir, mengerti, memahami ) seperti pada Qs. 2 : 44, 171 , 242 , atau disebut sebagai ulul albab ( berakal) seperti pada Qs. 2: 269 ;3: 190, 13: 19, 14; 52 atau tafakkaruun ( berpikir , merenung ) seperti dalam Qs. 16 : 44
Istilah lain lagi ialah Ruh seperti disebut dalam Qs.32 : 9 “ Kemudian Dia meyempurnakan dan meniupkan kedalam tubuhnya roh (ciptaan) Nya dan menjadikan bagi kamu pendengaran ,penglihatan dan hati ,(tetapi ) kamu sedikit sekali bersyukur. Diayat lain Qs.17 : 85 Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh .Katakanlah Ruh itu urusan Rabb-ku dan tidaklah kamu diberi ilmu melainkan hanya sedikit.
Aql ( Akal )
Manusia diciptakan oleh Allah Yang Maha Pencipta , dilebihkan dari mahluk lainnya baik dalam bentuknya seperti disebutkan dalam Qs. 95 : 4 , rupa yang bagus Qs. 64: 3, tetapi juga dalam hal kemampuan untuk berpikir ( Qs. 16: 44 ), agar memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi Qs 3:191,13:3) serta alam semesta, tentang binatang ,tumbuh-tumbuhan , yang semuanya itu diciptakan untuk kepentingan manusia, agar manusia melihat tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengan itu pula manusia dapat belajar, berbicara dan berbahasa ( Qs. 2 : 31-33) dan membaca (Qs. 96 :l-5 ) sehingga mereka itu beriman dan selalu berzikir kepada Allah , kemudian juga beriman kepada Rasul-RasulNya, kepada Kitab-Kitab Nya, Taqdir dan Hari Kemudian. Semakin kokoh iman seseorang semakin kuat pula ibadahnya dan semakin bertambah rasa cintanya kepada Allah SWT.
Ada orang- orang yang mampu berpikir dan mampu menerima serta memahami tanda-tanda kekuasaan Allah, mereka itu disebut orang yang berakal atau disebut ulul albab ( Qs.3:191 ) , sedangkan yang sebaliknya orang yang tidak mau menggunakan akalnya, tidak mampu memahami kekuasaan Allah sesugguhnya ia tidak beriman kepada Allah, maka mereka adalah orang-orang yang sesat dan mereka adalah orang-orang yang merugi ( Qs.7: 178 ).
Menurut Quraish Shihab aql dapat bermakna sebagai daya untuk memahami seperti disebut dalam Qs. 29 : 43 , juga dapat bermakna sebagai dorongan moral, seperti dalam Qs 6 : 151 , kemudian ia juga dapat bermakna sebagai daya untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah. Untuk makna yang terakhir ini sering digunakan istilah rusyd yang sesungguhnya menggabungkan ketiga daya yang disebut tadi, yaitu daya memahami ,daya menganalisa dan menyimpulkan, serta dorongan moral yang disertai dengan kematangan dalam berpikir.
Kemampuan berpikir seseorang berkembang sesuai dengan perkembangan umur, pendidikan serta pengalaman. Menurut Utsman Najati bahwa seorang anak pada periode pertama memperoleh informasi-informasi melalui pancaindera, yang nanti akan membantunya dalam cara berpikir. Ia akan mereproduksi informasi-informasi itu dari ingatannya, mengimajinasikannya, memperbandingkan antara satu sama lain dan menyusunnya dalam bentuk baru yang kemudian disimpan dalam perbendaharaan informasi. Secara terus menerus manusia mengadakan pengorganisasian informasi-informasi dan memperoleh realitas baru. Inilah landasan perkembangan ilmu sepanjang masa dan penyebab terjadinya kemajuan peradaban manusia Puncak dari perkembangan itu adalah ditemukannya yang Haq / kebenaran yang hakiki sehingga manusia itu mampu membedakan antara yang Haq dan yang bathil , yang baik dan buruk yang disebut sebagai Hikmah .
Timbulnya gangguan dalam berpikir seseorang , pertama-tama karena terlalu berpegang pada pikiran-pikiran lama seperti disebut dalam Qs. 2: 170, kedua karena tidak cukup data yang ada sehingga hasil pemikirannya hanya berdasarkan kepada persangkaan atau dugaan saja dan tidak menemukan kebenaran seperti disebut dalam Qs. 10 : 36. Ketiga adalah sikap apriori dan emosional, bahwa emosi dan perasaan atau kadang-kadang disebut berada dibawah pengaruh hawa nafsu seseorang cenderung berpengaruh terhadap pemikirannya sehingga terjadi kesalahan dalam kesimpulannya. Bahkan terjadi kesesatan seperti disebut dalam Qs. 30: 29 . “Tetapi orang-orang yang zalim ,mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah ? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun.
Qalb ( Hati )
Selain akal yang memberikan kemampuan berpikir, manusia juga diperlengkapi dengan hati atau qalbu, Meurut Quraish Shihab kata qalbu terambil dari akar kata yang bermakna membalik, karena seringkali ia berbolak-balik , ia berpotensi untuk tidak konsisten. Dari beberapa ayat seperti Qs. 50: 37 , 57 : 27 , 3:151 ,49: 27 menurut Quraish Shihab dapat dipahami bahwa qalbu adalah merupakan wadah dari pengajaran, kasih sayang, takut dan keimanan.
Dari pemahaman itu penulis menyimpulkan bahwa qalbu atau hati adalah merupakan potensi jiwa sebagai alat perasaan atau dalam psikiatri disebut sebagai afek atau mood atau hidup emosi yaitu alam perasaan yang dialami manusia terhadap seseorang ataupun terhadap suatu kejadian baik secara internal maupun ekternal seperti rasa senang ,benci ,sedih , cinta ,gembira ,dengki ,cemburu ?takut dan lain-lain.Termasuk disini rasa cinta atau keimanan kepada Allah serta Rasul-rasulNya , cinta kepada alam semesta? kepada sesama manusia kepada orang tua ,saudara-saudara dan juga kepada mahluk lainnya.
Hubungan antara alam perasaan dengan kemampuan berpikir atau akal pada umumya sangat erat, bahkan diatas telah disebut bahwa alam perasaan itu adalah bagian dari akal disamping rasio .Ada satu ungkapan bahwa tak kenal maka tak cinta , seseorang tidak akan mencintai Allah kalau tidak mengenal Nya., yang berarti seseorang perlu memahami dan mempelajari segala sesuatu dengan baik tentang Allah Yang Maha pencipta dan Mahakuasa . Disamping itu sebaliknya seseorang kadang-kadang salah dalam mengambil kesimpulan atau berpikir apabila akal berada dibawah pengaruh emosi atau perasaan.
Alam perasaan ini berkembang sesuai dengan perkembangan umur dan pengetahuan serta
pengalaman.Kalau diperhatikan alam perasaan pada bayi yang baru lahir hanya mempunyai kemampuan bisa menangis atau marah kalau sedang lapar atau kalau sedang sakit atau sedang tidak nyaman disekitarnya misalnya kalau basah ditempat tidurnya atau popoknya. Kemudian kemampuan itu bertambah meningkat setelah berumur beberapa minggu atau beberapa bulan maka bayi mampu tertawa, bahkan sudah dapat diajak bercanda Perkembangan alam perasaan itu mencapai puncaknya pada seseorang dengan adanya rasa cinta kepada Allah serta RasulNya yang berarti terjadinya kematangan dalam beriman, bertaqwa?serta melaksanakan ibadah dengan sempurna secara ihsan.
Gangguan alam perasaan atau qalbu yang disebut dalam Al Qur’an yaitu qalbu tertutup kalau tidak percaya atau beriman kepada Allah Jstilah qalbu sendiri berarti bolak balik yang berarti kadang-kadang beriman kadang-kadang lemah iman, suatu saat merasa senang lainkali merasa susah, suatu waktu merasa setuju lainkali menolak. Qalbu bahkan disebut buta apabila tidak mampu mengenal Allah serta segala ciptaanNya atau mengingkari adanya Allah,mengingkari hukum-hukum serta ayat-ayat Allah maka dalam keadaan demikian qalbu dikatakan sakit. (maradh).
Nafs
Menurut Quraish Shihab, kata nafs dalam Al Qur’an mempunyai aneka makna, dapat berarti sebagai totalitas manusia seperti disebut dalam Qs. 5; 32, tetapi juga dapat merujuk kepada apa yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan tingkah laku, seperti disebut Qs: 13:11 .
Secara umum nafs dapat bermakna sebagai sisi dalam manusia yang berpotensi baik atau buruk. seperti disebut dalam Qs. 91 : 7-8 , dan dalam ayat selanjutnya dikatakan bahwa beruntunglah orang menyucikannya jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya , Qs.91 : 9-10 .
Dengan demikian manusia itu mempunyai pilihan , ia bisa memilih jalan yang baik atau yang buruk. Dalam Ilmu Psikiatri dikenal istilah “ conation “ yaitu that part of a person’s mental life concerned with the strivings, instincts, drives, and wishes as expressed through his behavior ( Freedman 1978).
Menurut pengertian ini maka nafs kira-kira sama maknanya dengan conation. Conation ( conasi) ini menjadi real sebagai suatu aksi bila sudah ada kebutuhan sebagai motivator atau disebut juga sebagai motivasi yang menimbulkan tingkah laku. Bagi sebagian orang seperti halnya pada seorang bayi menuntut agar kebutuhan itu dipenuhi segera tanpa memperdulikan adanya penghalang atau tantangan. Pada bayi ini disebut afs zakiyyah artiya yang masih suci. Apabila keadaan demikian terjadi pada orang dewasa maka ia, seperti terdorong kepada kejahatan, yang dalam Al Qur’an disebut sebagai nafsu ammarah Bissu’( Qs. 12 : 53 ). Dalam hal ini timbulnya tingkah laku karena pengaruh hawa nafsu atau disebut juga al hawa.yang oleh Sa’id Hawwa dalam bukunya Jalan Ruhani disebut sebagai jiwa yang sakit .Menuratnya ada jenis nafs lain yang lebih tinggi tingkatannya yang disebut juga dalam Al Qur’an adalah nafsu Lawwamah Qs. 75 : 2 ) yaitu jiwa yang selalu mencerca dan menyalahkan dirinya pada saat terperosok dalam kejahatan.
Sedangkan keadaan jiwa yang berada pada tingkat tertinggi yaitu nafs muthmainnah atau jiwa yang tenang ( Qs. 89 : 27 ) karena ia mencapai ketenteraman ( ketenangan) dan keyakinan. Jiwa yang tenang adalah jiwa yang diridhoi oleh Allah yang akan disenangkan dan dipuaskan dan itu adalah situasi kesehatan jiwa tingkat tinggi. Menurut Ahmad Faried dalam bukuya “Menyucikan Jiwa “ , mengatakan bahwa manusia itu dibedakan menjadi dua golongan, yang pertama adalah golongan orang yang terkalahkan oleh hawanafsunya, sehingga setiap perilakunya dikendalikan hawanafsunya, sedangkan golongan kedua ialah golongan yang mampu mengekang, bahkan mengalahkan hawa nafsunya, maka tunduklah hawa nafsu itu pada perintahnya. Pertanyaan yang timbul yaitu hal apakah yang memungkinkan manusia dapat mengatasi nafsu atau hawa nafsu.
Dalam Qs. 12: 53 yang sudah disebutkan diatas “ Dan aku tidak akan membebaskan diriku ( dari kesalahan ) karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun dan Maha Penyayang,” Dari ayat ini dapat disimpulkan dan menjawab pertanyaan diatas bahwa orang yang dapat mengatasi atau mengalahkan hawa nafsu adalah berkat rahmat atau kasih sayang dari Allah . dan itu terjadi pada Qalbu atau hati orang yang juga mencintai Allah serta RasulNya . Hal ini sesuai pula apa yang ditulis oleh Ahmad Faried bahwa Qalbu atau hati adalah merupakan pemimpin dan mengkoordinasikan semua unsur-unsur bahkan terhadap semua organ atau anggota badan manusia. Kalau diatas sudah disebut pula bagaimana hubungan antara aql dan qalbu yang saling berkaitan erat satu sama lainnya,bahkan qalbu dikatakan sebagai coordinator , maka berarti hubungan antara ketiga unsur potensi jiwa ini sangatlah erat dan terintegrasi secara baik, bahkan juga dengan organ-organ fisik. Diatas telah disebutkan bahwa potensi jiwa itu berkembang dari sejak lahir dengan bantuan pendidikan, pengalaman sehingga perkembangan potensi jiwanya masing-masing mencapai titik tertinggi dari sisi qalb berupa kematangan dalam beriman dan bertaqwa, serta ihsan dalam beribadah, dari sisi aql berupa hikmah dalam menggunakan akalnya, artiya mampu membedakan antara yang haq dan yang bathil dan dari sisi nafs memiliki nafsu yang tenang, atau nafs muthmainah dan itu seluruhnya terjadi pada seseorang yang tergolong sebagai insan kamil atau disebut juga berakhlakul karimah dan disebut pula sebagai orang yang sehat jiwanya Namun sebaliknya bilamana satu unsur itu terganggu terutama kalau qalbu atau hati terganggu maka berarti secara keseluruhan bisa terganggu. Dan itu adalah orang yang menderita gangguan jiwa atau sakit jiwanya.
Beberapa contoh kasus
Sepanjang pengamatan penulis bahwa orang-orang yang menderita gangguan jiwa terutama gangguan jiwa berat hampir seluruhnya tidak melaksanakan ibadah atau komitmen terhadap aspek keagamaan sangat rendah. Namun apabila sudah mulai ada perbaikan karena pengobatan, komitmen keagamaan itupun sudah mulai meningkat yang terlihat dari pelaksanaan ibadahnya membaik .Hal itu menunjukkan bahwa pembinaan agama atau terapi religius terhadap pasien perlu dilakukan seperti yang selama ini sudah dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Jakarta Timur. Sebagai contoh:
Kasus 1
Seorang wanita beragama islam menikah dengan seorang pria yang beragama bukan islam dan berasal dari suku bangsa yang berbeda .Dengan pernikaha ini wanita tersebut beralih agama mengikuti agama suami Setelah peraikahan, wanita diboyong oleh suaminya ketempat asal suami, yang ternyata bukan saja berbeda dalam agama yang semula dipeluknya (islam) namun juga dalam hal adat istiadat sehari-hari yang diwaraai dengan kehidupan keberagamaan dari suku suaminya . Beberapa bulan berselang , wanita ini mengalami stress dan kemudian manifest gangguan jiwa dengan gejala -gejala psikotik. Akhirnya oleh suaminya ia dibawa kembali ke Jakarta dan dibawa ke RS Jiwa Islam Klender . Atas persetujuan keluarga pasien ini selain diberi pengobatan psikofarmakologi juga diberi terapi religius dan dianjurkan untuk melakukan ibadah menurut islam . Ternyata kurang dari satu pekan , pasien sudah mengalami perbaikan semua gejala-gejala psikotik sudah hilang dan diperbolehkan berobat jalan.
Kasus 2.
Seorang gadis berusia 30 tahun, anak pertama dari dua bersaudara yang lahir dari satu keluarga yang berbeda agama, ayahnya seorang islam dan ibunya non islam dan juga dari suku yang berbeda .Berbeda dengan adiknya yang juga seorang wanita , sejak kecil sudah mantap mengikuti agama ayahnya dan ikut melaksanakan ibadah sesuai dengan islam. Namun kasus atau si kakak ini ternyata terjadi keragu-raguan dalam memilih agama sekali waktu ikut ayahnya berpuasa , lain saat ikut agama ibunya kegereja. Demikian seterusnya sampai ia dewasa tetap bingung dan akhirnya manifest suatu ganggua jiwa berat, skizofrenia paranoid .dan dirawat di RS Jiwa Islam Klender. Pada psiien ini diberikan terapi psikofarmakologi, dan tidak diberikan terapi / bimbingan agama.
Kasus 3.
Seorang pria berumur 55 tahun , beragama islam yang dirawat karena merasa diri sebagai wali yang mendapat petunjuk dari Allah dan diberikan kemampuan untuk mengobati segala macam penyakit. Pada kenyataannya menurut keluarganya pasien sama sekali tidak pernah mengobati orang , sedang kalau shalat misalnya pasien bisa lama sekali , begitu pula pasien sering tidak mau makan beberapa hari karena katanya sedang berpuasa. Ternyata bahwa ia pernah mempelajari agama Islam secara tidak benar tanpa bimbingan seorang guru., sehingga pemahaman dan pengamalannya pun salah .
Kasus 4.
Seorang wanita beragama Islam berumur 50 tahun , setelah menjanda karena suami meninggal dunia, kemudian menikah lagi secara tidak resmi dengan seorang pria non muslim dan masih berkeluarga ( punya anak dan isteri ). Pasien dengan suami gelapnya itu kalau sedang “butuh” , mereka dapat bertemu pada suatu tempat tertentu . Pasien dapat memenuhi kebutuhan biologiknya, namun sejak pernikahan itu ia selalu tidak merasakan ketenangan jiwa, meskipun sampai beberapa tahun mereka masih mampu menutup rahasia itu kepada keluarga masing-masing. Berbagai keluhan fisik dirasakannya, sehingga berkali-kali masuk perwatan dokter. Pasien merasa sangat berdosa terutama kepada Tuhan, disamping kepada keluarganya, namun ia juga tidak mampu melepaskan diri dari ikatan perkawinan yang illegal itu Pasien manyatakan bahwa ia masih melaksanakan ibadah , bahkan terhadap keluarganya maupun terhadap masyarakat lingkungannya ia masih dianggap sebagai orang taat.dan baik.
Dari kasus-kasus yang dikemukakan diatas terlihat bahwa unsur qalbu terganggu artinya keimanan dan ketaqwaan kurang atau malah ada yang tertutup sebagai akibat dari kurang pemahaman, kurang pemikiran dari aspek aql, sehingga lebih mengikuti hawa nafsu yang memang selalu mengajak manusia kepada kejahatan, atau dengan kata lain manusia itu menjadi sakit atau terganggu jiwanya dilihat dari sudut pandang Islam
Dilain pihak kadang-kadang ada kasus terutama yang termasuk neurosis yang keimanan dan ketaqwaannya terlihat “cukup baik “, namun terus berkeluh -kesah ( contoh kasus keempat diatas ) , maka kepada kasus tersebut perlu dianjurkan untuk introspeksi atau muhasabah (lihat mengenai terapi) apakah dari sisi nafs ada masalah.
Terapi gangguan jiwa
Prinsip terapi untuk segala macam penyakit menurut Al Qur’an dan Assunah adalah:
1. Alquran Surah 26: 80. “ Bila manusia sakit, maka Allahlah yang meyembuhkannya, bukan yang lain.
2. Alquran Surah 17 : 82 “ Dan Aku turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar/obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian “.
3. Alquran Surah 13 : 28 (khusus untuk ketenteraman jiwa). “ Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram.”.
4. Alquran Surah 12: 53, “ Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabb-ku .Sesungguhnya Rabb-ku Maha Pengampun, Maha Penyayang.
5. Alquran Surah 91 : 7-10, “Dan demi jiwa dan penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
6. Begitu pula dari suatu Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Buchari Muslim yang mengatakan bahwa, “Hai hamba Allah berobatlah, karena sesungguhnya Allah Azza Wajallah tidak menjadikan penyakit melainkan dijadikannya pula obatnya, kecuali satu macam penyakit yaitu sakit tua.
Menyucikan jiwa sebagai suatu terapi.
Menyucikan jiwa atau dalam istilah aslinya disebut tazkiyatun nafs yang dapat berarti sebagai penyucian jiwa tetapi juga dapat berarti pertumbuhan jiwa. Penyucian jiwa sebagaimana disebut dalam ayat Qs. 91 : 99 dimaksudkan sebagai membersihkan jiwa dari kekotoran atau penyakit ? tapi dalam arti kata yang lain yaitu pertumbuhan jiwa dimaksudkan sebagai menjaga perkembangan dan pertumbuhan jiwa supaya tetap kuat dan sehat. Dengan demikian penyucian jiwa ini menjadi tugas-tugas dari orang-orang yang bertaqwa untuk menjaga diri supaya tetap selamat disisi Allah, tetapi juga menjadi cara terapi bagi mereka yang menderita gangguan jiwa. .
Untuk keperluan tersebut maka telah diatur sarananya menurut syariat Islam yang terdiri dari sarana azazi berupa melaksanakan rukun iman dan rukun islam seperti mengikrarkan dua kalimasyahadat, shalat, berzakat, puasa dalam bulan ramdhan serta melaksanakan haji bila mampu, dengan syarat dilaksanakan dengan baik dan sempurna. Sarana lainnya ialah berupa sarana bagi mereka yang sudah menderita gangguan jiwa atau dikatagorikan sebagai telah mengotori jiwanya. Untuk itu dikerjakan dengan bimbingan orang-orang yang sangat mumpuni dalam bidang itu atau dalam bahasa psikiatri disebut sebagai therapist.
Pelaksanaannya terdiri atas 6 langkah atau tahap yaitu :
Pertama adalah musyarathah ( penetapan syarat ) yang berarti juga sebagai janji atau sekaligus mengikrarkan niat untuk memenuhi persyaratan .
Kedua adalah muraqabah ( pengawaan ) yaitu mengawasi apakah orang itu tetap pada janji dan tetap memenuhi syarat-syarat yang sudah disebutkan.
Ketiga adalah muhasabah (menghitung, mengevaluasi) atau introspeksi diri terhadap segala perilakunya.
Keempat muaqabah (menghukum diri) sebagai sangsi atas perbuatan yang salah.
Kelima mujahadah (bersungguh-sungguh artinya kesungguhan dalam melaksanakan hal-hal yang baik, beribadah dan
Keenam muatabah (mencela diri), mencela bila hati cenderung berbuat sesuatu yang tidak baik sehingga mencegah dari berbagai syahwah dan kenikmatan.
Dengan melalui enam langkah ini maka sekaligus menyucikan jiwa yang sudah kotor dan mencegah terjadinya hal-hal yang akan mengotorinya lagi.
Kesehatan Jiwa Islami
Dibagian awal dari tulisan ini, telah disinggung sedikit mengenai upaya mencegah terjadinya gangguan jiwa yang disebut upaya kesehatan jiwa masyarakat. Upaya ini dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat secara terorganisasi untuk mencapai suatu kondisi ( keadaan ) sehat jiwa baik individu maupun seluruh anggota masyarakat itu. Kondisi sehat jiwa bermakna sebagai suatu keadaan yang bukan saja bebas dari berbagai gangguan jiwa tetapi juga setiap orang mampu mengembangkan kesehatan fisik, mental dan intelektualnya seoptimal mungkin sejauh perkembangan itu selaras dengan perkembangan masyarakat dan lingkungannya. Bagi umat Islam, kondisi yang ingin dicapai itu tentunya masih perlu ditambah satu hal yaitu senantiasa berlandaskan pada aqidah dan syariat islam dan itulah yang dimaksud sebagai kesehatan jiwa islami. Bagi umat islam, sebenarnya apabila sudah melaksanakan seluruh syariat islam dengan sebaik-baiknya yang disebut dengan istilah ihsan dengan berlandaskan kepada iman dan taqwa , maka kondisi kesehatan jiwa masyarakat akan menjadi kenyataan yaitu terciptanya suatu masyarakat yang adil makmur dan sejahtera, berbahagia dunia dan akhirat. Insya Allah . Sesungguhnya akhlak karimah yang menjadi tujuan yang ingin dicapai didalam pembinaan masyarakat islam sebagaimana hadits Rasulullah yang mengatakan bahwa “Sesungguhnya aku hanyalah diutus demi menyempurakan akhlak yang mulia” maka ini sangat identik dengan kesehatan jiwa islami.
Simpulan
Gangguan jiwa sudah menjadi perhatian sejak zaman dahulu kala dan berbagai pandangan manusia telah dikemukakan terutama mengenai penyebabnya yang mempengaruhi pula mengenai terapinya yang berkembang terus dari abad ke abad. Sejalan dengan perkembangan ilmu kedokteran pada umumnya, ilmu psikiatri pun berkembang jadi suatu bidang spesialisasi tersendiri diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Di sepakati sekarang diabad moderen ini sebagai penyebab gangguan jiwa yeitu adanya factor organobiologik, psikologik dan social-budaya. Namun pada beberap dekade terakhir telah berkembang pula perhatian terhadap aspek religius baik dalam hal sebagai penyebab maupun dalam hal terapi. Khususnya di Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim, terjadi pula perkembangan mengenai aspek religius ini dari masalah gangguan jiwa terutama dari sudut pandang Islam.
Dari apa yang telah dikemukakan diatas bahwa dalam Al Qur’an terdapat istilah-istilah yang dapat dikatagorikan sebagai gangguan jiwa, baik sebagai sakit qalbu atau disebut maradhun , atau dengan istilah majnun, jinnatin? maftuun yang diterjemahkan sebagai gila, nafs yang kotor sebagai lawan dari nafs yang bersih, demikian pula aql yang tidak mampu memikirkan atau bertafakkur mengenai kekuasaan dan ciptaan Allah SWT .
Istilah lain terdapat juga sebagai sifat manusia yaitu rasa sedih atau berduka cita, berkeluh kesah, bersifat tergesa-gesa, tidak mau berterima kasih atau bersyukur dan beberapa istilah mengenai akhlak yang tidak baik, yang kesemuanya itu dapat dikatagorikan sebagai gangguan jiwa atau menjadi sumber terjadinya gangguan jiwa. Didalam Al Qur’an disebut adanya potensi kejiwaan berupa aql, qalbu, nafs maupun ruh.
Mengenai ruh tidak banyak yang dapat dikemukakan karena memang itu merupakan urusan Allah dan hanya sedikit ilmu yang diberikan tentang ruh itu kepada manusia. Aql, qalbu dan nafs saling terkait dan berkembang dari sejak lahir sampai mencapai kematangan yang dipengaruhi oleh kemampuan individu menerima pembelajaran dan pengalaman masing- masing yang akan melahirkan seorang yang beriman dan bertaqwa, dengan cara berpikir yang hikmah dan dengan derajat nafsul muthmainnah pada seorang insan kamil yang berakhlakul karimah yang disebut pula sebagai jiwa yang sehat. Apabila salah satu unsur itu terganggu terutama bila qalbu yang dianggap sebagai koordinator maka akan terjadi gangguan jiwa, sebagaimana terlihat pada contoh kasus yang dikemukakan.
Dikemukakan pula secara singkat metode taskiyatunnafs atau menyucikan jiwa yang dapat dianggap sebagai suatu psikoterapi islami. Demikian pula sedikit mengenai kesehatan jiwa islami yang sesungguhnya adalah mengembangkan akhlakul karimah bagi setiap individu maupun kepada masyarakat..
Demikianlah makalah singkat ini wa Billahittaufiq wal Hidayah.
Referensi
Al Qur’anul karim
Alwisol (2004). Psikologi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar