Sabtu, 29 September 2018

saling menolong

Menolong Dalam Mewujudkan 

PERINTAH UNTUK SALING MENOLONG DALAM MEWUJUDKAN KEBAIKAN DAN KETAKWAAN

Oleh
Ustadz Abu Minhal

Allah Azza wa Jalla berfirman:

ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya [al-Mâidah/5:2]

PENJELASAN AYAT
Makna al-birru (الْبِرِّ ) dan at-taqwa (التَّقْوَى )
Dua kata ini, memiliki hubungan yang sangat erat.Karena masing-masing menjadi bagian dari yang lainnya.

Secara sederhana, al-birru (الْبِرِّ ) bermakna kebaikan. Kebaikan dalam hal ini adalah kebaikan yang menyeluruh, mencakup segala macam dan ragamnya yang telah dipaparkan oleh syariat.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mendefinisikan bahwa al-birru adalah satu kata bagi seluruh jenis kebaikan dan kesempurnaan yang dituntut dari seorang hamba. Lawan katanya al-itsmu (dosa) yang maknanya adalah satu ungkapan yang mencakup segala bentuk kejelekan dan aib yang menjadi sebab seorang hamba sangat dicela apabila melakukannya. [1]

Tidak jauh berbeda, Syaikh as-Sa’di rahimahullah mengatakan bahwa al-birru adalah sebuah nama yang mencakup segala yang Allah Azza wa Jalla cintai dan ridhai, berupa perbuatan-perbuatan yang zhâhir maupun batin, yang berhubungan dengan hak Allah Azza wa Jalla atau hak sesama manusia.[2]

Dari sini dapat diketahui, bahwa termasuk dalam cakupan al-birru, keimanan dan cabang-cabangnya, demikian pula ketakwaan.

Allah Azza wa Jalla telah menghimpun ragam al-birru (kebaikan, kebajikan) dalam ayat berikut:

لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orangorang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. [al-Baqarah/2:177]

Kebaikan (kebajikan) yang tertera di ayat di atas mencakup seluruh unsur agama Islam; prinsip-prinsip keimanan, penegakan syariat seperti mendirikan shalat, membayar zakat dan infak kepada orang yang membutuhkan dan amalan hati seperti bersabar dan menepati janji.

Dalam ayat ini, setelah memberitahukan ragam kebaikan, di penghujung ayat, Allah Azza wa Jalla menjelaskan itulah bentuk-bentuk ketakwaan (sifat-sifat kaum muttaqîn).

Adapun hakikat ketakwaan yaitu melakukan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla dengan penuh keimanan dan mengharap pahala; baik yang berupa perintah ataupun larangan. Kemudian perintah itu dilaksanakan atas dasar keimanan dengan perintah dan keyakinan akan janji-Nya, dan larangan ditinggalkan berlandaskan keimanan terhadap larangan tersebut dan dan takut akan ancaman-Nya.

Thalq bin Habîb rahimahullah, seorang Ulama dari kalangan generasi Tâbi’în berkata:” Apabila terjadi fitnah maka bendunglah dengan takwa”. Mereka berkata:” Apa yang dimaksud dengan takwa?”. Beliau menjawab:” Hendaknya engkau melakukan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla dengan dasar cahaya dari Allah Azza wa Jalla dan mengharap pahala-Nya. Dan engkau tinggalkan maksiat dengan dasar cahaya dari Allah Azza wa Jalla dan takut terhadap siksa-Nya”.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah memuji keterangan di atas dengan mengatakan [3] : Ini merupakan definisi takwa yang paling bagus. Beliau menjelaskan, bahwa semua amalan memiliki permulaan dan tujuan akhir. Satu amalan tidaklah dianggap sebagai bentuk ketaatan dan ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla kecuali apabila bersumber dari keimanan. Artinya dorongan utama melakukan amalan tersebut adalah keimanan bukan kebiasaan, mengikuti hawa nafsu atau keinginan untuk mendapatkan pujian dan kedudukan. Jadi, permulaannya adalah keimanan dan tujuan akhirnya adalah meraih pahala dari Allah Azza wa Jalla serta mengharap keridhaan-Nya atau yang disebut dengan ihtisâb. Oleh karena itu, banyak kita dapatkan kata iman dan ihtisâb datang secara bersamaan seperti contoh berikut:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barang siapa yang puasa ramadhan dengan penuh keimanan (iman) dan mengharap pahala (ihtisâb), maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.[HR. al-Bukhâri Muslim].

Faedah:
Ulama mengatakan bahwa penggabungan kata al-birr dan at-taqwa dalam satu tempat (seperti ayat di atas) mengandung pengertian yang berbeda satu sama lain. Dalam konteks ini, al-birr bermaka semua hal yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa ucapan dan perbuatan, lahir dan batin. Sementara at-taqwa lebih mengarah kepada tindakan menjauhi segala yang diharamkan [al-Qawâid al-Hisân, Syaikh as-Sa’di, hlm. 48]

Makna al-itsmu (إئْمُ ) dan al-’udwân ( الْعُدْوَانُ)
Pada dasarnya, pengertian antara al-birru dan at-taqwa, al-itsmu dan al-’udwân terikat pada hubungan yang kuat. Masing-masing kata itu mengandung pengertian kata lainnya. Setiap dosa (al-itsmu) merupakan bentuk ‘udwân (tindakan melampaui batas) terhadap ketentuan Allah Azza wa Jalla, yang berupa larangan atau perintah. Dan setiap tindakan ‘udwân, pelakunya berdosa.

Namun bila keduanya disebut bersamaan, maka masing-masing memiliki pengertian yang berbeda dengan yang lainnya.

Al-itsmu (dosa) berkaitan dengan perbuatanperbuatan yang memang hukumnya haram. Contohnya, berdusta, zina, mencuri, minum khamer dan lainnya. Contoh-contoh di atas merupakan perbuatan yang pada asalnya haram.

Sehubungan dengan al-’udwân, kata ini lebih mengarah pada suatu pengharaman yang disebabkan oleh tindakan melampaui batas. Apabila tidak terjadi tindakan melampaui batas, maka diperbolehkan (halal).

Tindakan melampaui batas terbagi dua, pertama: terhadap Allah Azza wa Jalla, seperti melampaui batas ketentuan Allah Azza wa Jalla dalam pernikahan seperti : memiliki lima istri, atau menyetubuhi istri dalam masa haidh, nifas, masa ihram atau puasa wajib.

Dan kedua: Tindakan melampaui batas terhadap sesama. Contohnya, bertindak kelewat batas terhadap orang yang berhutang, dengan menciderai kehormatan, fisik atau mengambil lebih dari seharusnya. [4]

URGENSI AYAT
Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla memerintahkan hamba-Nya yang beriman untuk saling membantu dalam perbuatan baik dan itulah yang disebut dengan albirr dan meninggalkan kemungkaran yang merupakan ketakwaan. Dan Dia Azza wa Jalla melarang mereka saling mendukung kebatilan dan bekerjasama dalam perbuatan dosa dan perkara haram.[5]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menilai ayat di atas memiliki urgensi tersendiri. Beliau menyatakan: Ayat yang mulia ini mencakup semua jenis bagi kemaslahatan para hamba, di dunia maupun akhirat, baik antara mereka dengan sesama, ataupun dengan Rabbnya. Sebab seseorang tidak luput dari dua kewajiban; kewajiban individualnya terhadap Allah Azza wa Jalla dan kewajiban sosialnya terhadap sesamanya.

Selanjutnya, beliau memaparkan bahwa hubungan seseorang dengan sesama dapat terlukis pada jalinan pergaulan, saling menolong dan persahabatan. Hubungan itu wajib terjalin dalam rangka mengharap ridha Allah Azza wa Jalla dan menjalankan ketaatan kepada-Nya. Itulah puncak kebahagiaan seorang hamba. Tidak ada kebahagiaan kecuali dengan mewujudkan hal tersebut, dan itulah kebaikan serta ketakwaan yang merupakan inti dari agama ini.[6]

Al-Mâwardi rahimahullah berkata: Allah Azza wa Jalla mengajak untuk tolong-menolong dalam kebaikan dengan beriringan dengan ketakwaan kepada-Nya. Sebab dalam ketakwaan, terkandung ridha Allah Azza wa Jalla. Sementara saat berbuat baik, orang-orang akan menyukai (meridhai). Barang siapa memadukan antara ridha Allah Azza wa Jalla dan ridha manusia, sungguh kebahagiaannya telah sempurna dan kenikmatan baginya sudah melimpah.[7]

Sebagai contoh sikap saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

انْصُر أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظلُو مًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا نَنصُرًُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا قَالََ تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ

Bantulah saudaramu, baik dalam keadaan sedang berbuat zhalim atau sedang teraniaya. Ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, kami akan menolong orang yang teraniaya. Bagaimana menolong orang yang sedang berbuat zhalim?” Beliau menjawab: “Dengan menghalanginya melakukan kezhaliman. Itulah bentuk bantuanmu kepadanya.” [HR. al-Bukhâri]

Dalam hadits lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الدِّالُ عَلَى الْخَيْرِ كَفَا عِلِهِ

Orang yang menunjukkan (sesama) kepada kebaikan, ia bagaikan mengerjakannya. [HR. Muslim]

Orang berilmu membantu orang lain dengan ilmunya. Orang kaya membantu dengan kekayaannya. Dan hendaknya kaum Muslimin menjadi satu tangan dalam membantu orang yang membutuhkan. Jadi, seorang Mukmin setelah mengerjakan suatu amal shalih, berkewajiban membantu orang lain dengan ucapan atau tindakan yang memacu semangat orang lain untuk beramal.[8]

Hubungan kedua, antara seorang hamba dengan Rabbnya tertuang dalam perintah ‘Dan bertakwalah kamu kepada Allah’. Dalam hubungan ini, seorang hamba harus lebih mengutamakan ketaatan kepada Rabbnya dan menjauhi perbuatan untuk yang menentangnya.[9]

Kewajiban pertama (antara seorang hamba dengan sesama) akan tercapai dengan mencurahkan nasehat, perbuatan baik dan perhatian terhadap perkara ini. Dan kewajiban kedua (antara seorang hamba dengan Rabbnya), akan terwujud melalui menjalankan hak tersebut dengan ikhlas, cinta dan penuh pengabdian kepada-Nya.[10]

Hendaknya ini dipahami bahwa sebab kepincangan yang terjadi pada seorang hamba dalam menjalankan dua hak ini, hanya muncul ketika dia tidak memperhatikannya, baik secara pemahaman maupun pengamalan.[11]

PENUTUP
Dengan jelas, ayat di atas memuat kewajiban saling membantu di antara kaum Mukminin untuk menegakkan agama dan larangan bagi mereka untuk bekerjasama dalam menodainya. Bukan sebaliknya yaitu malahan melemahkan semangat beramal orang, mengejek orang yang berusaha konsisten dengan syariat maupun menjadi dalang tersebarnya perbuatan maksiat di tengah masyarakat. Wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi, 05/Tahun XIII/1430/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
_______
Footnote
[5]. Tafsîrul Qur‘ânil ‘Azhîm (3/12-13)
[6]. ar-Risâlah at-Tabûkiyyah hlm. 30
[7]. Tafsîr al-Qurthubi (Al-Jâmi’ li Ahkâmil-Qur‘ân), Muhammad bin Ahmad al-Qurthûbi, tahqîq: ‘Abdur-Razzaq al-Mahdi, Dâr Al-Kitab Al-‘Arabi, Cetakan II, Tahun 1421 H, Vol. 6, hlm. 45
[8]. Tafsîr al-Qurthûbi (6/45), Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 182
[9]. ar-Risâlah at-Tabûkiyyah hlm. 57
[10] Ibid hlm. 57
[11]. ar-Risâlah at-Tabûkiyyah hlm. 57

    

20 August 2010  in category Al-Qur'an : Tafsir 

« PreviousSehat Dengan Puasa

Tujuan Ziarah Kubur Dalam Kaca Mata SufiNext »

Pencarian

Search

Category

  Select Category  Adab Dan Perilaku  Ahkam  Ahkam : Hudud  Ahkam : Kabair (Dosa-Dosa Besar)  Akhlak  Aktual  Aktual : Wahhabi  Al-Ilmu  Al-Ilmu : Qawaid Fiqhiyah  Al-Masaa’il  Al-Masaa’il : Dialog Pemikiran-1  Al-Masaa’il : Dialog Pemikiran-2  Al-Masaa’il : Dialog Pemikiran-3  Al-Masaa’il : Haram al-Sharif  Al-Masaa’il : Jihad  Al-Masaa’il : Politik  Al-Masaa’il : Propaganda  Al-Masaa’il : Terorisme  Al-Qur’an  Al-Qur’an : Ilmu  Al-Qur’an : Tafsir  Alwajiz : Haji & Umrah  Alwajiz : Hukum & Pidana  Alwajiz : Jenazah  Alwajiz : Jual Beli  Alwajiz : Makanan  Alwajiz : Nikah  Alwajiz : Puasa  Alwajiz : Shalat  Alwajiz : Shalat Sunnah  Alwajiz : Sumpah & Jihad  Alwajiz : Thaharah  Alwajiz : Wasiat & Waris  Alwajiz : Zakat  Bahasan : Aqidah   Bahasan : Asmaaul Husna  Bahasan : Assunnah  Bahasan : Bai’at  Bahasan : Bid’ah  Bahasan : Hadits (1)  Bahasan : Hadits (2)  Bahasan : Manhaj  Bahasan : Sirah Nabi  Bahasan : Syakhshiyah  Bahasan : Tauhid  Bahasan : Uswah Nabi  Dakwah  Dakwah : Firaq  Dakwah : Hizbiyyah  Dakwah : Kepada Kafir  Dakwah : Nahi Mungkar  Dakwah : Perpecahan !  Dakwah : Syubhat   Fiqih : Bisnis & Riba  Fiqih : Haji & Umrah  Fiqih : Hari Raya  Fiqih : Jenazah & Kematian  Fiqih : Jual Beli  Fiqih : Kurban & Aqiqah  Fiqih : Makanan dan Hewan  Fiqih : Media  Fiqih : Nasehat  Fiqih : Nikah  Fiqih : Nikah & Talak  Fiqih : Puasa  Fiqih : Puasa Sunnah  Fiqih : Shalat  Fiqih : Shalat Jum’at  Fiqih : Sumpah  Fiqih : Waris & Waqaf  Fiqih : Zakat, Sedekah, Hadiah  Fokus : Fatawa  Fokus : Mabhats  Fokus : Waqiuna  Kitab : Al-Ushul Ats-Tsalatsah  Kitab : Aqidah (Syarah Aqidah ASWJ)  Kitab : As-Sunnah  Kitab : Dasar Islam  Kitab : Hari Kiamat (1)  Kitab : Hari Kiamat (2)  Kitab : Kunci Rizki  Kitab : Manhaj Salaf  Kitab : Nikah – Sakinah  Kitab : Nikah Beda Agama?  Kitab : Nikah Dari A – Z  Kitab : Puasa Nabi  Kitab : Qadha & Qadar  Kitab : Rifqon Ahlus Sunnah  Kitab : Shalat Tahajjud  Kitab : Tanya Jawab Al-Qur’an  Kitab : Tauhid Prioritas Utama  Risalah : Anak  Risalah : Do’a, Dzikir & Taubat  Risalah : Gambar, Musik  Risalah : Hukum  Risalah : Keluarga  Risalah : Orang Tua  Risalah : Pakaian, Hiasan  Risalah : Rizqi & Harta  Risalah : Sakit, Obat  Risalah : Sihir, Dukun  Risalah : Tazkiyah Nufus  Wanita : Darah Wanita  Wanita : Fiqih Shalat  Wanita : Kesehatan  Wanita : Konsultasi  Wanita : Muslimah  Wanita : Thaharah  Wanita : Wasiat 

Archives

  Select Month   September 2018    August 2018    July 2018    June 2018    May 2018    April 2018    March 2018    February 2018    January 2018    December 2017    November 2017    October 2017    September 2017    August 2017    July 2017    June 2017    May 2017    April 2017    March 2017    February 2017    January 2017    December 2016    November 2016    October 2016    September 2016    August 2016    July 2016    June 2016    May 2016    April 2016    March 2016    February 2016    January 2016    December 2015    November 2015    October 2015    September 2015    August 2015    July 2015    June 2015    May 2015    April 2015    March 2015    February 2015    January 2015    December 2014    November 2014    October 2014    September 2014    August 2014    July 2014    June 2014    May 2014    April 2014    March 2014    February 2014    January 2014    December 2013    November 2013    October 2013    September 2013    August 2013    July 2013    June 2013    May 2013    April 2013    March 2013    February 2013    January 2013    December 2012    November 2012    October 2012    September 2012    August 2012    July 2012    June 2012    May 2012    April 2012    March 2012    February 2012    January 2012    December 2011    November 2011    October 2011    September 2011    August 2011    July 2011    June 2011    May 2011    April 2011    March 2011    February 2011    January 2011    December 2010    November 2010    October 2010    September 2010    August 2010    July 2010    June 2010    May 2010    April 2010    March 2010    February 2010    January 2010    December 2009    November 2009    October 2009    September 2009    August 2009    July 2009    May 2008    April 2008    March 2008    February 2008    January 2008    December 2007    November 2007    October 2007    September 2007    August 2007    July 2007    June 2007    May 2007    April 2007    March 2007    February 2007    January 2007    December 2006    November 2006    October 2006    September 2006    August 2006    July 2006    June 2006    May 2006    April 2006    March 2006    February 2006    January 2006    December 2005    November 2005    October 2005    September 2005    August 2005    July 2005    June 2005    May 2005    April 2005    March 2005    February 2005    January 2005    December 2004    November 2004    October 2004    September 2004    August 2004    July 2004    June 2004    May 2004    April 2004    March 2004    February 2004    January 2004    November 2003    October 2003  

Twitter Telegram ISDN TafsirCopyright © 2018 Almanhaj - Media Salafiyyah Ahlus Sunnah



Read more https://almanhaj.or.id/2800-perintah-untuk-saling-menolong-dalam-mewujudkan-kebaikan-dan-ketakwaan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar