Jumat, 26 Januari 2018

Alquran Taqarrub Ilallah

Kajian Islam – Al-Qur’an adalah Cara Paling Baik Bertaqarub pada Allah Subhaanahu wata’ala
Dari Sayyidina Abu Dzar
Radhiyallahu ‘anhu , Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya kalian tidak akan kembali kepada Allah Subhaanahu wata’ala dengan membawa sesuatu yang lebih utama melebihi membawa apa yang keluar dari-Nya, yaitu Al-Qur’an.” (H.R. Hakim, Abu Dawud)
Berdasarkan beberapa riwayat jelaslah tidak ada yang dapat mendekatkan kita kepada Allah Subhaanahu wata’ala melebihi Al-Qur’an. Imam Ahmad bin Hambal Rahmatullah ‘alaih berkata, “Aku berjumpa dengan Tuhanku di dalam mimpiku dan aku bertanya kepada-Nya, apa yang terbaik untuk mendekatkan diri kepada-Mu?” Jawab-Nya, “Ahmad! kalam-Ku memahaminya?” Allah Subhaanahu wata’ala berfirman, “Memahaminya atau tidak, keduanya akan mendekatkan kepada-Ku.”
Jelaslah bahwa cara terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhaanahu wata’ala adalah dengan Al-Qur’an. Diterangkan di dalam tafsir Syaikh Baqiyatus Salaf, Hujjatul Khalaf Syaikh Abdul Aziz Dahlawi Rahmatullah ‘alaih, yang kesimpulannya adalah bahwa suluk kepada Allah Subhaanahu wata’ala , yakni untuk mencapai derajat ihsan kepada-Nya atau mendekatkan diri kepada-Nya, dapat dilakukan dengan tiga cara:
1. Tashawwur . Dalam syariat lebih dikenal dengan istilah tafakkur dan tadabur, sedangkan dalam istilah tasawwuf lebih dikenal dengan muraqabah (konsentrasi penuh sehingga seolah-olah melihat dan dilihat oleh Allah Subhaanahu wata’ala ).
2. Dzikir lisan.
3. Tilawat Al-Qur’an.
Cara yang pertama sebenarnya dzikir qalbi (dzikir dengan hati). Ringkasnya, dzikir dapat dilakukan dengan dua cara: (1) dzikir secara umum, baik dengan hati maupun lisan, (2) dzikir dengan tilawat Al-Qur’an. Dengan menyebut salah satu nama Allah Subhaanahu wata’ala berulang-ulang, kita akan mendapatkan tujuan dzikir, yaitu memperoleh mudrikah (rasa menghadap kepada Allah Subhaanahu wata’ala) , bertawajjuh kepada Dzat-Nya yang akan menimbulkan perasaan bahwa yang ingat itu seolah-lolah di hadapan kita. Jika terus berlangsung seperti itu, maka didapatkanlah ma’iyyah (rasa kebersamaan dengan Allah Subhaanahu wata’la ) sebagaimana yang diterangkan di dalam hadits:
Tidak henti-hentinya hamba-Ku mendekati-Ku dengan amal nawfil (sunnah), sehingga Aku mencintainya. Maka Aku akan menjadi pendengarannya yang ia mendengar dengannya, menjadi penglihatannya yang ia melihat dengannya, menjadi tangannya yang ia memegang dengannya, dan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan.
Apabila seorang hamba memperbanyak ibadah, Allah Subhaanahu wata’ala akan dekat kepadanya dan akan menjadi penjaga seluruh anggota-anggota tubuhnya. Mata, telinga, dan yang lainnya akan mengikuti ridha Allah Subhaanahu wata’ala . Disebutkan dalam hadits tersebut memperbanyak ibadah-ibadah nafil, karena ibadah fardhu itu sudah ditetapkan dan tidak boleh ditambahi, padahal kita sangat perlu untuk merasa hadir di hadapan Allah subhaanahu wata’ala , maka caranya adalah sibuk dengan ibadah-ibadah nafil yang tidak ada batasnya.
Cara bertaqarub seperti ini hanya digunakan untuk mendekati Dzat Allah yang kita cintai. Kita tidak mungkin dapat mendekati manusia hanya dengan sering menyebut namanya. Cara bertaqarrub seperti ini hanya dapat dilakukan untuk mendekat kepada Allah
Subhaanahu wata’ala yang pada-Nya ada dua sifat:
1. Dia mengetahui dzikir setiap orang yang mengingat-Nya, baik dengan lisan maupun dengan hati, meskipun dalam waktu dan tempat yang berbeda.
2. Dia mampu bertajalli (menampakkan keagungan-Nya) dan memenuhi keinginan orang yang mengingat-Nya, atau biasa disebut dengan dunuw dan tadalli (dekat dan mendekat kepada hamba-Nya dengan kasih sayang-Nya).
Kedua sifat ini hanya dimiliki oleh Allah Subhaanahu wata’ala, sehingga cara taqarrub di atas hanya mungkin untuk mendekatkan diri kepada Dzat Allah Subhaanahu wata’ala. Disebutkan dalam hadits Qudsi:
Barangsiapa mendekati-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta. Barang siapa yang mendekati_ku dengan berjalan, Maka Aku akan mendekatinya dengan berlari. (Al-Hadits)
Perumpaamaan semacam ini untuk mempermudah pemahaman. Sebab, sesungguhnya Allah Subhaanahu wata’ala Maha Suci dari berjalan dan berlari. Maksudnya adalah rahmat Allah Subhaanahu wata’ala lebih dekat datangnya dan lebih cepat turunnya, daripada usaha dan keinginan seseorang yang selalu mengingat dan mencari ridha-Nya. Mengapa tidak? Karena sifat kemurahan Allah Subhaanahu wata’ala menghendaki demikian. Selama orang berdzikir terus untuk mengingat-Nya, maka rahmat dan kedekatan Allah Subhaanahu wata’ala pun terus menerus.
Keseluruhan kalamullah adalah dzikir. Tidak ada satu ayat pun yang sepi dari dzikrullah. Hal itu menegaskan bahwa Al-Qur’an memiliki sifat-sifat dzikir sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Satu kelebihan khusus lain yang ada pada Al-Qur’an yang dapat mendekatkan kita kepada Allah Subhaanahu wata’ala adalah setiap perkataan jelas membawa sifat dan kesan dari yang mengatakannya. Sebagaimana orang yang membaca syair-syair orang fasik dan durjana, syair-syair itu akan mengakibatkan pengaruh buruk baginya. Orang yang membaca syair-syair orang-orang yang bertakwa akan menyebabkan ia juga bertakwa. Oleh sebab itu, banyak mempelajari ilmu logika dan filsafat akan menimbulkan kesombongan dan keangkuhan. Sedangkan banyak mengaji hadits akan menimbulkan sifat tawadhu’. Karena itu, meskipun Bahasa Parsi dan Inggris itu sama-sama bahasa, namun karena perbedaan pengarang dalam menggunakan kedua bahasa itu, dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pembacanya.
Ringkasnya, setiap ucapan mengandung pengaruh dari yang mengucapkannya, setiap karangan mengandung pengaruh dari pengarangnya. Begitu pula dengan selalu membaca Al-Qur’an tentu akan menimbulkan pengaruh khusus dari sang pencipta kepada pembacanya. Sudah menjadi kebiasan pengarang, jika ada orang yang betul-betul memperhatikan tulisannya, maka pengarang itu pun akan memperhatikan pembaca tersebut secara otomatis. Demikian juga orang yang senantiasa membaca firman-firman Allah Subhaanahu wata’ala , maka ia akan lebih dekat kepada-nya. Semoga Allah Yang maha Mulia menganugerahkan taufik-Nya kepada kita.
[Kitab Fadhilah Al-Qur’an, Syaikhul Hadits Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi Rah.a ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar