Kamis, 16 Agustus 2018

Meraih Kemerdekaan

HAKIKAT KEMERDEKAAN

SUDAHKAH KITA MERAIHNYA?

DR.rer.nat.Ir.Hj. Krisnani Setyowati*)

Insya Allah, perjalanan Bangsa Indonesia akan mencatat, bahwa pada tanggal 17 Agustus 2015, Bangsa Indonesia akan memperingati 70 tahun kemerdekaannya. Bukanlah suatu masa yang singkat, untuk kita secara kolektif meneruskan perjuangan dan cita-cita Sang Proklamator beserta seluruh pahlawan yang telah mengorbankan jiwa raganya selama masa penjajahan (350 tahun) untuk melepaskan Bangsa ini dari belenggu penjajahan.

Apa yang seharusnya kita lakukan sebagai penikmat kemerdekaan? Pernahkah kita merenung secara mendalam, apa yang harus kita lakukan untuk melanjutkan visi dan misi perjuangan para pahlawan? Apa yang seharusnya kita lakukan untuk mengisi kemerdekaan ini? Apakah kualitas perjuangan kita untuk mempertahakan dan mengisi kemerdekaan lebih rendah, sama atau lebih tinggi dari para pahlawan? Apakah yang kita lakukan di alam kemerdekaan ini tetap di dalam rel hakikat kemerdekaan, atau sudah melenceng, bahkan keluar atau bahkan berlawan arah?

Sudahkah Hakikat Kemerdekaan kita raih? Jika belum, bagaimana agar Bangsa ini dapat meraihnya dengan segera? Apa solusinya?

Hakikat adalah “isi”, artinya kalau kita ibaratkan dengan buah, bukan bagian kulit dan bukan bagian biji, tetapi isi yang sangat nikmat untuk dirasakan. Sudahkah rakyat Indonesia merasakan nikmatnya kemerdekaan? Ini perlu dipertanyakan kepada seluruh rakyat Indonesia, jika perlu disurvei oleh Tim Survei untuk bicara jujur. Jika sudah merasakan nikmat, apakah nikmat sebatas lahir atau fisik semata, atau menikmati Ruh Kehidupan Bangsa yang merdeka, nikmat yang sebenar-benarnya?  Kalau hanya menikmati keberhasilan infrastruktur suatu bangsa, sedangkan Ruh Kehidupan Bangsa belum bangkit, maka kemerdekaan itu hanyalah kemerdekaan lahir dan belum sempurna.

Mengisi (yang berkata dasar “isi”) kemerdekaan haruslah dengan sesuatu yang ber-“isi” pula. “Isi” adalah sesuatu yang berada di dalam. Jadi, mengisi kemerdekaan haruslah dapat memahami dan memaknai kemerdekaan secara hakiki, secara mendalam, tidak setengah-setengah. Pengisi kemerdekaan haruslah memiliki kemerdekaan secara hakikat. Kalau tidak, maka tidak akan mampu dan tidak akan dapat mengisi kemerdekaan dengan sebenar-benarnya. Hanya seolah-olah berbuat sesuatu mengisi kemerdekaan, namun sesungguhnya hanya dalam kesemuan belaka.

Pengisi kemerdekaan haruslah mampu memerdekakan akalnya, memerdekakan hati nuraninya, memerdekakan tindakannya, dan memerdekakan Ruhaninya dari ikatan, belenggu, penindasan, dan kekuasaan hawa nafsu rendah.  Kemerdekaan dari komponen penting di dalam diri manusia tersebut akan mendorong suatu peleburan menjadi satu kesatuan utuh, mengandung kekuatan Tuhan yang sangat dahsyat. Seluruh alam semesta dan seisinya akan tunduk kepada manusia Ihsan. Inilah sesungguhnya Hakikat Kemerdekaan. Dengan demikian, di dalam mengisi kemerdekaan selalu dalam tuntunanNya dan keridhaanNya, dan pasti sejalan dengan visi dan misi para pejuang yang berjiwa Tauhid.

Kekuatan Tuhan akan terus mengalir di dalam diri-diri yang bangkit jati dirinya dan akhirnya akan membangkitkan jati diri Bangsa. Pencapaian Hakikat Kemerdekaan tidak bisa lepas dari makna setiap kata di dalam “Naskah Proklamasi” yang dikaji secara hakikat pula. Pengambil-alihan kekuasaan di dalam diri dan Bangsa harus dikembalikan kepada yang berhak dengan sigap, cepat dan sekilatan, tidak boleh ditunda. Penundaan akan semakin melemahkan pertahanan diri dan Bangsa. Penjajah, baik secara lahir maupun batin, baik syariat maupun hakikat, akan terus berupaya untuk menguasai dan memperbudak diri-diri yang ingin merdeka. Jati diri yang bangkit harus dapat memimpin dirinya terlebih dahulu, kemudian bersatu-padu, bersinergi dan bahu-membahu untuk mengisi kemerdekaan.

Kekusutan negeri ini serabutnya sangat kusut, harus digerai dan diurai dengan menggali makna hakikat yang sedalam-dalamnya. Upaya untuk meluruskannya pun berserat-serat dan harus terus diupayakan untuk diurai.

Manusia-manusia yang tidak peduli dengan jati diri dan tidak mengenal dirinya adalah manusia yang belum merdeka alias “merdeka” tersebut hanyalah semu belaka. Hakikat Kemerdekaan itu “Nikmat”. Ruh Bangsa hidup dan berjati diri, tanpa ada belenggu dan tekanan apapun dan dari siapa pun, baik kemerdekaan diri maupun kemerdekaan secara Bangsa.

Marilah kita merenung, merenung dan merenung dan mengakuinya secara jujur, dimanakah posisi kita. Suatu kejujuran akan mendatangkan hidayah Tuhan. Hidayah yang akan memberikan solusi hakiki untuk bangsa ini. Dan saya mengakui, bahwa bangsa kita belum meraih hakikat kemerdekaan.

(Penulis adalah Direktur Lembaga Pendidikan Tinggi Ilmu Tauhid Tunas Sejati dan Pendidik Lembaga Pendidikan Ketauhidan ISAQ Education Center).  

Tulisan ini merupakan bagian dari Keynote Speech penulis yang insyaAllah akan disampaikan pada "Seminar Nasional Hakikat Kemerdekaan dalam Berbagai Sudut Pandang" pada 15 Agustus 2015 di Gedung Joang 45 Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar